translate bahasa

Selasa, 02 Juli 2013

TASAWUF DAN PSIKOLOGI (ILMU JIWA)

TASAWUF DAN PSIKOLOGI (ILMU JIWA)

  1. Hubungan Tasawuf dengan Psikologi ( Ilmu Jiwa)
Pembahasan Tasawuf , terutama tasawuf amali, sangat erat kaitanya dengan pembahasan penyucian diri atau jiwa manusia. Dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan antara jiwa dan raga manusia, dimana ketika seseorang melakukan proses penyucian jiwa melalui riyadhah, maka akan terjadi proses transformasi diri. Misalnya ketika seseorang sudah berhasil menahan diri dari sifat amarah, maka akan terpancar pada dirinya sifat penyabar. Karena orang lain akan tahu bahwa seseorang itu penyabar dari penampilan dirinya. Adanya keterkaitan antara jiwa dan raga dalam pembahasan tasawuf inilah yang menjadikan tasawuf erat hubungannya dengan psikologi yang banyak membahas tentang jiwa. Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang  lebih ditekankan pada personality (kepribadian) disebut dengan Transpersonal Psikologi. Kalau dulu istilahnya kesehatan mental.

Problem kepribadian (mental) meliputi semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan persaaan; yang mana semua itu akan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi masalah. Dalam hal inilah muncul dua kondisi manusia yaitu yang sehat mental dan yang kurang sehat mental.

Orang yang sehat mental adalah orang yang mampu mengatasi persoalan-persoalan pribadinya. Misalnya ketika ada  masalah dia tidak mudah stress, tapi mencoba mencari solusi pemecahannya dengan cara mencari sebab-sebab permasalahannya. Orang yang sehat mentalnya tentulah tercermin dalam diri orang yang baik kepribadiannya yang sangat tercermin dalam tingkah laku atau akhlaknya. Dia tidak akan sombong ketika memiliki kelebihan dari yang lain; dia tidak akan mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati yang lain dsb. Pada porsi inilah ajaran-ajarn tasawuf sangat menunjang. Misalnya ketika seseorang sangat bersedih karena kehilangan seseorang yang sangat dicintainya, maka ajaran tasawuf mengatakan bahwa semua ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Pada orang yang resah dan galau, maka ajaran tasawuf akan mengatakan dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.

  1. Komparasi antara Psikologi Barat dengan Psikologi Sufi (pemikiran Robert Frager)
 a. Psikologi barat (tradisional) beranggapan bahwa manusia tidak lebih dari tubuh dan pikiran yang berkembang dari sistem saraf tubuh. Sementara menurut psikologi sufi elemen terpenting dalam diri manusia adalah hati yang merupakan tempat intuisi batiniah, pemahaman dan kearifan. Manusia tidak hanya sekedar tubuh dan pikiran, namun juga perwujudan ruh Ilahi. Dan dimensi Ilahiah inilah yang seharusnya kita optimalkan dalam kehidupan ini. Karena kita dicipta oleh Allah untuk mengikuti jalan penyucian dan penyempurnaan diri dan  kemudian akan kembali ke Allah.
 b. Menurut psikologi barat, puncak kesadaran seorang manusia terdapat pada kesadaran rasional.Beitu juga dalam menetapkan kecerdasan seseorang dengan kecerdasan intelektual. Oleh karena itu psikologi barat menempatkan nalar logika sebagai puncak keahlian dan jalan manusia memperoleh pengetahuan. Sementara psikologi sufi menempatkan puncak kesadaran ada pada hati, begitu pula puncak kecerdasan seseorang ada pada kecerdasan spiritual. Dan dalam memperoleh pengetahuan tidak hanya tergantung pada kemampuan nlar logika dan rasional, tapi juga bisa melalui jalan penyucian diri. Dalam ajaran Islam dengan jalan takwa Allah akan memberi pengetahuan kepada seseorang.
 c. Tentang alam semesta psikologi barat bernggapan bahwa alam adalah materi semata yang diperuntukan bagi kehidupan manusia. Namun bagi psikologi sufi alam adalah materi hidup yang mempunyai ruh dan merupakan manifestasi atau tanda eksistensi Allah. Oleh karena itu bila kita bersahabat dengan alam, maka alampun akan bersahabat dengan kita, sebaliknya bila alam kita aniaya, maka dampak buruknyapun akan menimpa kita.
d. Berkaitan dengan sifat manusia, psikologi tradisional memusatkan perhatianya hanya pada keterbatasan manusia dan tendensi –tendensi neurotik, atau pada kebaikan lahiriah dan sifat positif dasar manusia. Sementara psikologi sufi menempatkan manusia pada posisi antara sifat malaikat dan sifat hewan. Manusia mempunyai potensi bisa lebih tinggi dari malaikat, dan lebih rendah dari binatang.

        3. Jalan Tasawuf
 Tasawuf sebagai metode pendekatan diri kepada Allah bisa melalui banyak jalan.
 a.      Jalan Hati.
Mengabdi kepada Allah adalah salah satu praktik mendasar dalam menempuh jalan tasawuf. Niat pengabdian dan penghambaan diri hanya kepda Allah pada akhirnya membuahkan rasa Cinta. Dan ketika rasa Cinta ini sudah membara maka tidak ada lain dalam kehidupan ini selain ingin selalu bersama dengan yang dicinta. Rumi dalam sebuah syairnya menulis:

               Sejak kudengar dunia Cinta
               Kuserahkan hidupku, hatiku
               Dan mataku di jalan ini
               Mulanya, aku meyakini bahwa cinta
               Dan yang dicintai adalah berbeda
               Kini, kupahami mereka adalah sama
               Aku melihat keduanya dalam kesatuan.
 b.     Jalan Akal.
Kearifan seorang sufi tidak hanya ditandai dengan pengetahuan yang ada dalam kepalanya, namun juga menerapkanya. Karena bagi seorang sufi seorang sarjana yang tidak mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya bagaikan seekor keledai yang mengangkut banyak buku.
 c.      Jalan Kelompok.
Sebagai makhluk sosial manusia cenderung untuk memebentuk sebuah kelompok atau komunitas. Nah jalan tasawuf bisa juga dengan cara berkelompok. Mereka kemudian melakukan praktik spiritualnya secara bersama-sama dalam wirid mingguan, manakib bulanan dsb; dimana dalam kelompok tersebut ada seorang Syekh atau pemimpin yang senantiasa memberikan pelajaran.
 d.     Jalan Pelayanan.
Jalan pendekatan ini lebih erat kaitannya dengan aktifitas sosial, kepedulian terhadap sesama dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Bukankah dalam ajaran Islam juga disebutkan bahwa tidak beriman seseorang ketika dia tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya dalam keadaan lapar.
 e.      Jalan Zikir.
Jalan berzikir, jalan mengingat Allah adalah salah satu jalan pendekatan diri. Tentu dalam berdizikir ini ada yang bersifat jahr, dengan lisan, ada yang bersifat kalbu dengan hati. Dengan senantiasa berdizikir inilah kita akan senantiasa memusatkan perhatian kita kepada Allah.
Pengertian ilmu jiwa atau psikologi
“psikologi” berasal dari perkataan yunani “psyche’ yang artinya jiwa,dan “logos”yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya,prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia. Karena para ahli jiwa mempunyai penekanan yang berbeda, maka definisi yang dikemukakan juga berbeda-beda.
Diantara pengertian yang dirumuskan oleh para ahli itu antara lain sebagai berikut:
1.      Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa:
Psikologi adalah ilmu yang mempelajaritingkah laku manusia
2.      Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa : psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
3.      John Broadus Watson, memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku nampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang obyektif terhadap rangsang dan jawaban (respon)
4.      Wilhelm Wundt, tokoh psikologi eksperimental berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia.[1] 
               B.     Sejarah ilmu jiwa perkembangan
            Sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri,psikologi perkembangan telah melewati sejarah           yang cukup panjang. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai psikologi perkembangan, agaknya perlu dikemukakan latar belakang historis perkembangan dari disiplin ilmu tersebut. Dalam uraian berikut, sejarah ilmu jiwa perkembangan dibagi atas tiga periode, yaitu:
(1)   minat awal mempelajari perkembangan anak.
Jauh sebelum dilakukan studi ilmiah terhadap perkembangan anak, perhatian dan penyelidikan yang mendalam tentang anak-anak sedikit sekali dilakukan. Bahkan buku-buku khusus tentang perkembangan jiwa anak-anak belum ada. Pemahaman terhadap seluk beluk kehidupan anak sangat bergantung pada keyakinan tradisional yang bersumber dari spekulasi para filosof dan teolog. Salah seorang filosof yang banyak mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kehidupan anak adalah Plato.
 Menurut Plato, perbedaan-perbedaan individual mempunyai dasar genetis. Potensi individu ditentukan oleh faktor keturunan. Artinya, sejak lahir anak telah memiliki bakat-bakat atau benih-benih kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengasuhan dan pendidikan. Pada akhir abad ke- 17, seorang filosof inggris kenamaan, John Locke (1632- 1704) mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Ia tidak mengakui adanya kemampuan bawaan (innate knowledge). Sebaliknya menurut Locke, isi kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih kosong, dimana bentuk dan corak kertas tersebut nantinya sangat ditentukan oleh bagaimana bagaimana cara kertas itu ditulisi. Pandangan-pandangan John Locke ini kemudian ditentang oleh Jean Jacque Rousseau (1712- 1778), seorang filosof Perancis abad ke- 18. Pandangan Rousseau yang dikenal dengan istilah “noble savage” digolongkan sebagai pandangan yang beraliran “nativisme”. Sebaliknya pandangan Locke yang lebih mementingkan fktor pengalaman dan faktor lingkungan dikenal dengan aliran “empirisme” dan merupakan titik awal dari timbulnya “teori belajar” di kemudian hari. Kedua pandangan yang berlawanan ini, kemudian menjadi objek pembahasan dari banyak tokoh psikologi perekembangan. Oleh sebab itu, tidak heran kalau Locke dan Rousseau disebut sebagai pelopor pertama dalam psikologi anak.
(2)   dasar-dasar pembentukan psikologi perkembangan secara ilmiah.
Dalam periode ini, sumber penting untuk mempelajari anak adalah catatan- catatan harian mengenai perkembangan dan tingkah laku anak. Catatan-catatan yang ditulis ini dilakukan terhadap anak- anaknya sendiri.
Perhatian dan penyelidikan yang sungguh-sungguh terhadap perkembangan anak melalui observasi langsung baru dimulai pada abad ke- 19. Dalam hal ini dapat dicatat oleh dua tokoh yang cukup berpengaruh, yaitu Charles Darwin dan Wilhelm Wundt.
a.     Pengaruh Darwin (1809-1882)
Charles Darwin adalah seorang ilmuan Inggris yang terkenal dengan teori evolusinya. Tahun 1859 ia mempublikasikan karyannya yang berjudul Origin of the Species, dan Descent of Man tahun 1871. Karya Darwin ini ternyata merangsang untuk dilakukannya observasi langsung terhadap perkembangan anak. Dalam karangannya Darwin mengemukakan hasil pengamatan dan pencatatan terhadap anak laki-lakinya sendiri. Menurut Darwin, anak merupakan suatu sumber yang kaya akan informasi tentang sifat dan ciri-ciri manusia. Dengan mempelajari tingkah laku dan perkembangan anak, kita bisa mengetahui asal usul manusia. 
b.     Pengaruh Wundt (1832-1920)
Kejadian penting lain pada abad 19 adalah tumbuhnya psikologi sebagai disiplin yang berdiri sendiri, yang ditandai dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama di Leipzig tahun 1879 oleh Wilhem Wundt. Dia bernggapan bahwa eksperimen mempunyai arti penting bagi psikologi. Ia memberi dasar  ilmiah kepada psikologi eksperimental dan dengan teliti ia merumuskan syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah eksperimen. Menurut Wundt, lapangan di mana eksperimen dapat membuktikan kegunaannya adalah terutama lapangan pengamatan dan tanggapan.
(3)   munculnya studi psikologi perkembangan modern.
Studi sistematis tentang perkembangan anak mengalami perkembangan yang cukup signifikan pada awal abad ke- 20. Penelitian- penelitian yang dilakukan pada zaman ini lebih bersifat deskriptif dan lebih dititikberatkan pada cirri- ciri khas yang terdapat secara umum, golongan- golongan umur serta masa- masa perkembangan tertentu. Kecenderungan untuk mendeskripsikan gejala- gejala perkembangan manusia secara hati-hati dan mendetail tersebut merupakan suatu tahap penting dalam perkembangan suatu disiplin ilmu. Meskipun ada pengaruh dari Watson, Freud dan tokoh-tokoh lainnya, namun sampai tahun 1930- an penelitian-penelitian di bidang psikologi perkembangan masih tetap bersifat deskriptif. Barangkali hal inilah yang menyebabkan berkurangnya minat terhadap psikologi perkembangan, yang ditandai dengan berkurangnya publikasi-publikasi yang berkaitan dengan topic-topik perkembangan hingga sekitar tahun 1939-1949. Tetapi penurunan itu ternyata hanya bersifat temporal, sebab sekitar tahun 1950- an psikologi perkembangan memasuki periode baru dalam baru dalam tahap perkembangan dan pertumbuhannya, dan hal ini terus berlangsung hingga sekarang.[2]
             C.     Pengertian ilmu jiwa perkembangan
       Para peneliti perkembangan menguji atau meneliti apa perkembangan itu dan mengapa perkembangan itu terjadi. Ada dua tujuan penelitian perkembangan, yaitu:
1.      Memberikan gambaran tentang tingkah laku anak yang meliputi pertanyaan-pertanyaan.
2.      Mengidentifikasi faktor penyebab dan proses yang melahirkan perubahan perilaku dari satu perkembangan ke perkembangan berikutnya.
 
 Berdasarkan pendapat beberapa orang ahli, psikologi perkembangan itu dapat di artikan sebagai berikut:
a.       “ …That branch of psychology which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of behavior”.
Maksudnya adalah psikoloi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu,baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku”(J.P.Chaplin,1979).
b.      Psikologi perkembangan merupakan “cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah lakudan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati” (Ross Vasta,dkk., 1992).[3]
c.       Menurut Linda L. Davidoff  (1991),psikologi perkembangan adalah cabang psikologi yang mempelajari perubahan dan perkembangan struktur jasmani, perilaku dan fungsi mental manusia, yang biasanya dimulai dari terbentuknya makluk itu melalui pembuahan hingga menjelang mati.
d.      Richard M. Lerner (1976) merumuskan psikologi perkembangan sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup.
Berdasarkan beberapa devinisi di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi perkembangan adalah cabang darimpsikologi yang mempelajari secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetic, yaitu mempelajari proses-proses
yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang hidupnya (life-span), yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.[4]
[1] Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta : Rinekacipta, 1998),cet.2, hlm. 1- 4.
[2] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), cet.5, hlm. 13-18
[3] Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., Psikologi Perkembangan Anak & Remaja (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), cet 10, hlm.3
[4] Ibid hlm. 3
 
 
 
 

Ilmu Jiwa dan Psikologi

Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, dan juga meliputi segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu.
 
Psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana disepakati oleh para sarjana psikologi masa kini.
 
Istilah ilmu jiwa merujuk kepada ilmu jiwa pada umumnya.
 
Istilah psikologi merujuk kepada ilmu jiwa yang ilmiah menurut norma-norma ilmiah modern.
 
**
Menurut  Descartes, ilmu jiwa adalah ilmu pengetahuan  mengenai gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas dari badannya. Raga manusia yang terdiri atas materi dipelajari oleh ilmu pengetahuan yang lain, terlepas dari jiwanya. Demikian pula makhluk hewan yang menurut Descartes tidak mempunyai jiwa, hanya dipelajari oleh ilmu pengetahuan alamiah yang mempelajari materi.
 
**
John Locke berpendapat pengalaman atau empiri itulah yang menjadi sumber segala pengetahuan yang sebenarnya; tanpa pengalaman tidak dapat diperoleh pengetahuan dengan sebenarnya.
 
  1. Semua pengetahuan, tanggapan, dan perasaan jiwa manusia diperoleh karena pengalaman melalui alat-alat inderanya. Ketika manusia dilahirkan, jiwanya kosong bagaikan sehelai kertas putih yang tidak ditulisi. Segala yang tertulis pada helai kosong tadi itu akan tertulis oleh pengalaman-pengalamannya sedari kecil melalui pancainderanya. Semua pergolakan jiwanya itu akan tersusun oleh pengalamannya.
  2. Susunan gejala jiwa manusia menurut John Locke itu pada akhirnya terdiri atas unsur-unsur pengalaman sederhana yang menggabungkan diri menjadi gejala-gejala jiwa yang lebih rumit, seperti kompleks-kompleks perasaan, berteori yang sulit, dan lain-lain. Unsur-unsur pengalaman yang sederhana itu terdiri atas dua macam, yaitu sensasi dan refleksi.
 
Menurut aliran ilmu jiwa asosiasi, proses berpikir itu merupakan rentetan ingatan akan pengalaman sederhana yang terasosiasi dengan lainnya sehingga ingatan yang satu menimbulkan ingatan yang lain, dan ingatan terakhir ini menimbulkan lagi ingatan berikut yang terasosiasi kepadanya, dan seterusnya.
 
Berpikir merupakan deretan asosiasi antara sensasi dan refleksi; dan yang menentukan ingatan mana akan terasosiasi itu adalah dalil-dalil asosiasi seperti yang telah dirumuskan oleh Aristoteles, yaitu asosiasi karena persamaan waktu, urutan waktu, persamaan arti, dan perlawanan arti.
 
**
Menurut Hume terdapat pula unsur-unsur pengalaman lainnya yaitu impresi dan idea.
 
Dalam jiwa orang itu dapat diuraikan ke dalam empat unsur dasar, yaitu:
 
  1. impressions of sensations
  2. Impressions of reflections
  3. Idea of sensations
  4. Idea of reflections
 
Menurut Hume, terdapat tiga dalil asosiasi, yaitu:
 
  1. Asosiasi karena berdekatan dalam waktu dan ruang
  2. Asosiasi karena persamaan arti
  3. Asosiasi karena sebab-akibat
 
**
Pendapat Wilhelm Wundt mengenai “asosiasi” dalam pikiran adalah sebagai berikut.
Ia mengakui bahwa dalam kelangsungan pemikiran itu dapat terjadi proses-proses asosiasi di mana hubungan erat antara dua atau tanggapan menyebabkan terseretnya tanggapan yang satu oleh tanggapan lainnya di dalam pemikiran itu.
Akan tetapi, menurut Wilhelm wundt, terjadinya asosiasi dalam pikiran itu bukan merupakan inti dari pemikiran itu, seperti yang diterangkan oleh kaum asosiasionis.
Asosiasi mudah berlangsung apabila kita secara pasif saja membiarkan tanggapan itu timbul-tenggelam dalam pikiran kita dengan ditentukan oleh dalil-dalil asosiasi.
Namun, apabila terjadi pemikiran yang sebenarnya, maka dalil-dalil asosiasi itulah yang menentukan jalan pikiran kita, sedang tujuan berpikir dan keinginan kita untuk menyelesaikan tugas berpikir itu menentukan jalan kelangsungannya.
Jadi, bukanlah dalail-dalail asosiasi yang menentukan kelangsungan pemikiran, tetapi tujuan dan tugasnya dalam berpikir.
 
Bukan asosiasi yang menentukan kelangsungan gejala-gejala kejiwaan itu karena pribadi manusia dalam kegiatannya senantiasa diarakan atau ditujukan ke arah objek-objek tertentu yang mendapat perhatian jiwa manusia.
Perhatian ini menyebabkan adanya hubungan jiwa manusia dengan objek di luar (atau di dalamnya), dan hubungan antara manusia dan objeknya itulah yang menentukan corak kelangsungan, wujud dan bentuk kegiatan jiwanya.
Jadi, karena hubungan antara pribadi dan objek – melalu perhatian terhadap objek itu – timbullah gejala-gejala kejiwaan yang teratur, dan bukan karena gabungan unsur-unsur pengalaman yang dikendalikan oleh dalil-dalil asosiasi tertentu sebagaimana yang diterangkan oleh kaum ilmu jiwa asosiasi.
 
Wilhelm Wundt juga berpendapat bahwa dalam memahami gejala-gejala kejiwaan manusia kita tidak dapat memandang proses-proses kejiwaan itu sebagai penjumlahan dari unsur-unsunya sebagaimana yang dikemukakan oleh kaum asosiasionis, tetapi bahwa jiwa itu merupakan suatu kesatuan yang melebihi jumlah dari unsur-unsurnya.
 
**
Menurut Sigmund Freud, terdapat tiga golongan gejala jiwa yang membuktikan adanya dinamika alam tak sadar itu. Yaitu,
 
  1. Gejala-gejala tingkah laku keliru
  2. Gejala-gejala mimpi
  3. Gejala-gejala neurosis
 
**
Menurut Szondi, alam tak sadar keluarga ini turut menentukan nasib riwayat kehidupan anggota-anggota keluarga yang bersangkutan karena alam tak sadar ini mempengaruhinya dalam hal memilih kawan-kawan sekelompok, memilih pendidikan lanjutan, memilih jabatan, memilih jodoh; pendek kata, alam tak sadar keluarga ini mempengaruhi semua pilihan yang menentukan jalan kehidupan orang itu.
 
**
Carl C. Jung
Alam tak sadar kolektif yang lebih umum yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat, bangsa, atau umat manusia.
Terbukti dengan adanya simbol-simbol, lambang-lambang kebudayaan yang pada dasarnya mempunyai arti yang sama antara beberapa kebudayaan di dunia ini.
 
**
Terdapat tiga alam tak sadar,
 
  1. Alam tak sadar individual
  2. Alam tak sadar keluarga
  3. Alam tak sadar kolektif 
Gerungan, Psikologi Sosial, Refika Aditama;2009
 
 
Hub Psi dg Ilmu2 Lain
•ILMU2 LAIN
•Fisika
•Kimia
•Biologi
•Matematika
•Kedokteran
•Sosiologi
•Antropologi
•Pedagogi
•PSIKOLOGI
•Psikofisika
•Neurokemis Perilaku
•Psikologi
•Psikologi Kuantitatif
•Psi Klinis/Psikoterapi
•Psikologi Sosial
•Psi Lintas Budaya
•Psi Pendidikan, Psi Sekolah
Tujuan psikologi
•Memahami  yakni memahami tingkah laku manusia.
•Memprediksi  menggunakan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk memprediksi (prediksi merupakan pemberitahuan lebih dahulu apa yang akan terjadi).
•Mengendalikan  mencegah dan memperbaiki keadaan yang kurang menguntungkan dan membuka kemungkinan terjadinya keadaan yang menguntungkan
 
 
tujuan mempelajari psikologi ini karena pada garis besarnya orang mempelajari ilmu jiwa adalah untuk menjadikan manusia supaya hidupnya baik,bahagia dan sempurna. Test Binet kemudian disempurnakan lebih lanjut oleh ahli-ahli lain antara lain oelh Stern,Terman Merril dan sebagainya.
 
Salah satu revisi yang terkenal ialah dari Terman untuk dipakai di Amerika yang terkenal dengan “standford Revision” dan sering disebut test inteligensi Stanford – Binet. Dan masih banyak test – test yang lain, misalnya test Rorschach, test Kreeplin, test T.A.T.
Test dapat dibedakan atas bermacam – macam jenis yaitu: 1. Menurut banyaknya orang yang di-test, test dapat dibedakan atas:
  • Test perorangan (individual), yaitu test yang diberikan secara perorangan.
  • Test kelompok, yaitu merupakan test yang diberikan secara kelompok.
2. Berdasarkan atas peristiwa – peristiwa kejiwaan yang diselidiki, maka test dapat dibedakan atas :
  • Test pengamatan
Dari uraian diatas dapat kita kesimpulan, bahwa manfaat dan tujuan mempelajari ilmu jiwa adalah:
  1. Untuk memperoleh faham tentang gejala – gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna tentang tingkah laku sesama manusia pada umumnya dan anak – anak p[ada khususnya.
  2. Untuk mengetahui perbuatan – perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk mengenal tingkah laku manusia atau anak.
  3. Untuk mengetahui penyelenggaraan pendidikan dengan baik.
 
Ada beberapa fungsi psikologi antara lain yaitu: ==> Untuk mendikripsikan (To describe)
==> Untuk mengelompokkan (To categori) gejala-gejala dalam psikologi .dan gejala-gejala itu ialah:
  1. Kognisi
  2. Motif, ialah periliku yang berkaitan dengan pencapaian tujuan. Dan motif itu sendiri ada dua macam, yaitu : motif fisik dan motif psikis. Motif fisik yaitu motif yang berkaitan dengan penapaian fisik, seperti lapar, haus, seksual, keibuan (hormone prolaktin), penyesuaian temperatur (memakai baju yang tipis atau yang tebal). Sedangkan motif psikis yaitu motif yang berkaitan dengan target yang ingin di capai .
  3. Emosi adalah reaksi secara spontan terhadap ada nya rangsangan (Stimulan). Misalnya : sanang, marah, malu, iri, dengki, kecewa bahagia dan lain-lain.
  4. Sosial adalah yang berkaitan atau berhubungan dengan hubungan kemanusian, seperti empati, simpati.
  5. Moral adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesedaran untuk taat kepada peraturan.
  6. Estetika adalah kecenderungan untuk melakukan kerapian, kebersihan dan keindahan.seperti mandi, gosok gigi, mencuci dan lain-lain.
  7. Agama adalah dorongan untuk berhubunga dengan Tuhan. Seperti sembahyang, mendekatkan diri kepada-Nya.
  ==> Untuk memprediksi (To predict)
  ==> Untuk memahami (To understand)
  ==> Untuk mempengaruhi (To influence)
 
 
MANFAAT MEMPELAJARI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI PARA PENDIDIK
 
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Muhibbin Syah (2002) bahwa psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin ilmu psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Dari beberapa definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah salah satu ilmu yang mempelajari  tentang perilaku manusia di dunia pendidikan yang meliputi  studi sistematis tentang proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Prilaku yang dimaksud di sini bisa terkait dengan prilaku pendidik ataupun prilaku peserta didiknya.
 
Dari definisi di atas kita bisa mengetahui bahwa dalam dunia pendidikan untuk mencapai pendidikan yang maksimal dan efektif bukan hanya terkait pembahasan kurikulum belaka, namun juga permasalahan psikologis peserta didik dan model pengajaran pendidiknya juga harus tetap diperhatikan. Oleh karena itu, psikologi pendidikan menjadi penting untuk dipelajari oleh setiap pendidik ataupun calon pendidik. Berikut terdapat beberapa manfaat  dalam mempelajari psikologi pendidikan:
 
1. Memahami Perbedaan Siswa (Diversity of Student)
 
Setiap individu dilahirkan dengan membawa potensi yang berbeda-beda, tidak ada yang sama antara siwa satu dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu, seorang guru harus memahami keberagaman antara siswa satu dengan siswa yang lainnya, mulai dari perbedaan tingkat pertumbuhannya, tugas perkembangannya sampai pada masing-masing potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan pemahaman guru yang baik terhadap siswanya, maka bisa menciptakan hasil pembelajaran yang efektif dan efisien serta mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

2. Untuk Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran
 
Sebagai sorang pendidik dalam memilih strategi dan metode pembelajaran harus menyesuaikan dengan tugas perkembangan dan karakteristik masing-masing peserta didiknya. Hal ini bisa didapatkan oleh seorang guru melalui mempelajari psikologi terutama tugas-tugas perkembangan manusia. Jika metode dan model pendidikan sudah bisa menyesuaiakan dengan kondisi peserta didik, maka proses pembelajaran bisa berjalan dengan maksimal.
 
3. Untuk menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif di dalam Kelas
 
Kemampuan guru dalam menciptakan iklim dan kondisi pembelajaran yang kondusif mampu membantu proses pembelajaran berjalan secara efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda menyesuaikan karakteristik siswa dalam mengajar untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih baik. Disinilah peran psikologi pendidikan yang mampu mengajarkan bagaimana seorang pendidik mampu memahami kondisi psikologis dan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif,  sehingga proses pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan secara efektif.
 
4. Memberikan Bimbingan dan Pengarahan kepada Siswa
 
Selain berperan sebagai pengajar di dalam kelas, seorang guru juga diharapkan bisa menjadi seorang pembimbing yang mempu memberikan bimbingan kepada peserta didiknya, terutama ketika peserta didik mendapatkan permasalahan akademik. Dengan berperan sebagai seorang pembimbing seorang pendidik juga lebih bisa melakukan pendekatan secara emosional terhadap peserta didiknya. Jika sudah tercipta hubungan emosional yang positif antara pendidik dan peserta didiknya, maka proses pembelajaran juga akan tercipta secara menyenangkan.

5. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran
 
Tugas utama guru/pendidik adalah mengajar di dalam kelas dan melakukan evaluasi dari hasil pengajaran yang sudah dilakukan. Dengan mempelajari psikologi pendidikan diharapkan seorang pendidik mampu memberikan penilaian dan evaluasi secara adil menyesuikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar