TASAWUF DAN PSIKOLOGI (ILMU JIWA)
- Hubungan Tasawuf dengan Psikologi ( Ilmu Jiwa)
Pembahasan Tasawuf , terutama tasawuf
amali, sangat erat kaitanya dengan pembahasan penyucian diri atau jiwa
manusia. Dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan antara jiwa dan
raga manusia, dimana ketika seseorang melakukan proses penyucian jiwa
melalui riyadhah, maka akan terjadi proses transformasi diri. Misalnya
ketika seseorang sudah berhasil menahan diri dari sifat amarah, maka
akan terpancar pada dirinya sifat penyabar. Karena orang lain akan tahu
bahwa seseorang itu penyabar dari penampilan dirinya. Adanya keterkaitan
antara jiwa dan raga dalam pembahasan tasawuf inilah yang menjadikan
tasawuf erat hubungannya dengan psikologi yang banyak membahas tentang
jiwa. Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang lebih ditekankan pada
personality (kepribadian) disebut dengan Transpersonal Psikologi. Kalau
dulu istilahnya kesehatan mental.
Problem kepribadian (mental) meliputi
semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan persaaan; yang mana
semua itu akan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi
masalah. Dalam hal inilah muncul dua kondisi manusia yaitu yang sehat
mental dan yang kurang sehat mental.
Orang yang sehat mental adalah orang yang
mampu mengatasi persoalan-persoalan pribadinya. Misalnya ketika ada
masalah dia tidak mudah stress, tapi mencoba mencari solusi
pemecahannya dengan cara mencari sebab-sebab permasalahannya. Orang yang
sehat mentalnya tentulah tercermin dalam diri orang yang baik
kepribadiannya yang sangat tercermin dalam tingkah laku atau akhlaknya.
Dia tidak akan sombong ketika memiliki kelebihan dari yang lain; dia
tidak akan mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati yang lain dsb.
Pada porsi inilah ajaran-ajarn tasawuf sangat menunjang. Misalnya ketika
seseorang sangat bersedih karena kehilangan seseorang yang sangat
dicintainya, maka ajaran tasawuf mengatakan bahwa semua ini milik Allah
dan akan kembali kepadaNya. Pada orang yang resah dan galau, maka ajaran
tasawuf akan mengatakan dengan mengingat Allah hati akan menjadi
tenang.
- Komparasi antara Psikologi Barat dengan Psikologi Sufi (pemikiran Robert Frager)
a. Psikologi barat (tradisional)
beranggapan bahwa manusia tidak lebih dari tubuh dan pikiran yang
berkembang dari sistem saraf tubuh. Sementara menurut psikologi sufi
elemen terpenting dalam diri manusia adalah hati yang merupakan tempat
intuisi batiniah, pemahaman dan kearifan. Manusia tidak hanya sekedar
tubuh dan pikiran, namun juga perwujudan ruh Ilahi. Dan dimensi Ilahiah
inilah yang seharusnya kita optimalkan dalam kehidupan ini. Karena kita
dicipta oleh Allah untuk mengikuti jalan penyucian dan penyempurnaan
diri dan kemudian akan kembali ke Allah.
b. Menurut psikologi barat, puncak
kesadaran seorang manusia terdapat pada kesadaran rasional.Beitu juga
dalam menetapkan kecerdasan seseorang dengan kecerdasan intelektual.
Oleh karena itu psikologi barat menempatkan nalar logika sebagai puncak
keahlian dan jalan manusia memperoleh pengetahuan. Sementara psikologi
sufi menempatkan puncak kesadaran ada pada hati, begitu pula puncak
kecerdasan seseorang ada pada kecerdasan spiritual. Dan dalam memperoleh
pengetahuan tidak hanya tergantung pada kemampuan nlar logika dan
rasional, tapi juga bisa melalui jalan penyucian diri. Dalam ajaran
Islam dengan jalan takwa Allah akan memberi pengetahuan kepada
seseorang.
c. Tentang alam semesta psikologi barat
bernggapan bahwa alam adalah materi semata yang diperuntukan bagi
kehidupan manusia. Namun bagi psikologi sufi alam adalah materi hidup
yang mempunyai ruh dan merupakan manifestasi atau tanda eksistensi
Allah. Oleh karena itu bila kita bersahabat dengan alam, maka alampun
akan bersahabat dengan kita, sebaliknya bila alam kita aniaya, maka
dampak buruknyapun akan menimpa kita.
d. Berkaitan dengan sifat manusia,
psikologi tradisional memusatkan perhatianya hanya pada keterbatasan
manusia dan tendensi –tendensi neurotik, atau pada kebaikan lahiriah dan
sifat positif dasar manusia. Sementara psikologi sufi menempatkan
manusia pada posisi antara sifat malaikat dan sifat hewan. Manusia
mempunyai potensi bisa lebih tinggi dari malaikat, dan lebih rendah dari
binatang.
3. Jalan Tasawuf
Tasawuf sebagai metode pendekatan diri kepada Allah bisa melalui banyak jalan.
a. Jalan Hati.
Mengabdi kepada Allah adalah salah satu
praktik mendasar dalam menempuh jalan tasawuf. Niat pengabdian dan
penghambaan diri hanya kepda Allah pada akhirnya membuahkan rasa Cinta.
Dan ketika rasa Cinta ini sudah membara maka tidak ada lain dalam
kehidupan ini selain ingin selalu bersama dengan yang dicinta. Rumi
dalam sebuah syairnya menulis:
Sejak kudengar dunia Cinta
Kuserahkan hidupku, hatiku
Dan mataku di jalan ini
Mulanya, aku meyakini bahwa cinta
Dan yang dicintai adalah berbeda
Kini, kupahami mereka adalah sama
Aku melihat keduanya dalam kesatuan.
b. Jalan Akal.
Kearifan seorang sufi tidak hanya
ditandai dengan pengetahuan yang ada dalam kepalanya, namun juga
menerapkanya. Karena bagi seorang sufi seorang sarjana yang tidak
mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya bagaikan seekor keledai yang
mengangkut banyak buku.
c. Jalan Kelompok.
Sebagai makhluk sosial manusia cenderung
untuk memebentuk sebuah kelompok atau komunitas. Nah jalan tasawuf bisa
juga dengan cara berkelompok. Mereka kemudian melakukan praktik
spiritualnya secara bersama-sama dalam wirid mingguan, manakib bulanan
dsb; dimana dalam kelompok tersebut ada seorang Syekh atau pemimpin yang
senantiasa memberikan pelajaran.
d. Jalan Pelayanan.
Jalan pendekatan ini lebih erat kaitannya
dengan aktifitas sosial, kepedulian terhadap sesama dengan melakukan
kebaikan-kebaikan. Bukankah dalam ajaran Islam juga disebutkan bahwa
tidak beriman seseorang ketika dia tidur dalam keadaan kenyang sementara
tetangganya dalam keadaan lapar.
e. Jalan Zikir.
Jalan berzikir, jalan mengingat Allah
adalah salah satu jalan pendekatan diri. Tentu dalam berdizikir ini ada
yang bersifat jahr, dengan lisan, ada yang bersifat kalbu dengan hati.
Dengan senantiasa berdizikir inilah kita akan senantiasa memusatkan
perhatian kita kepada Allah.
Pengertian ilmu jiwa atau psikologi
“psikologi” berasal dari perkataan yunani “psyche’ yang artinya
jiwa,dan “logos”yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi
(menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang
jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya,prosesnya maupun latar
belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia. Atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia.
Karena para ahli jiwa mempunyai penekanan yang berbeda, maka definisi
yang dikemukakan juga berbeda-beda.
Diantara pengertian yang dirumuskan oleh para ahli itu antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa:
Psikologi adalah ilmu yang mempelajaritingkah laku manusia
2. Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa : psikologi ialah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya
sampai akhir.
3. John Broadus Watson, memandang psikologi sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku nampak (lahiriah) dengan
menggunakan metode observasi yang obyektif terhadap rangsang dan jawaban
(respon)
4. Wilhelm Wundt, tokoh psikologi eksperimental berpendapat
bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia.[1]
B. Sejarah ilmu jiwa perkembangan
Sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri
sendiri,psikologi perkembangan telah melewati sejarah yang
cukup panjang. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang utuh
mengenai psikologi perkembangan, agaknya perlu dikemukakan latar
belakang historis perkembangan dari disiplin ilmu tersebut. Dalam uraian
berikut, sejarah ilmu jiwa perkembangan dibagi atas tiga periode,
yaitu:
(1) minat awal mempelajari perkembangan anak.
Jauh sebelum dilakukan studi ilmiah terhadap perkembangan anak,
perhatian dan penyelidikan yang mendalam tentang anak-anak sedikit
sekali dilakukan. Bahkan buku-buku khusus tentang perkembangan jiwa
anak-anak belum ada. Pemahaman terhadap seluk beluk kehidupan anak
sangat bergantung pada keyakinan tradisional yang bersumber dari
spekulasi para filosof dan teolog. Salah seorang filosof yang banyak
mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kehidupan anak adalah Plato.
Menurut Plato, perbedaan-perbedaan individual mempunyai dasar
genetis. Potensi individu ditentukan oleh faktor keturunan. Artinya,
sejak lahir anak telah memiliki bakat-bakat atau benih-benih kemampuan
yang dapat dikembangkan melalui pengasuhan dan pendidikan. Pada akhir
abad ke- 17, seorang filosof inggris kenamaan, John Locke (1632- 1704)
mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan merupakan faktor yang
paling menentukan dalam perkembangan anak. Ia tidak mengakui adanya
kemampuan bawaan (innate knowledge). Sebaliknya menurut Locke, isi
kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih
kosong, dimana bentuk dan corak kertas tersebut nantinya sangat
ditentukan oleh bagaimana bagaimana cara kertas itu ditulisi.
Pandangan-pandangan John Locke ini kemudian ditentang oleh Jean Jacque
Rousseau (1712- 1778), seorang filosof Perancis abad ke- 18. Pandangan
Rousseau yang dikenal dengan istilah “noble savage” digolongkan sebagai
pandangan yang beraliran “nativisme”. Sebaliknya pandangan Locke yang
lebih mementingkan fktor pengalaman dan faktor lingkungan dikenal dengan
aliran “empirisme” dan merupakan titik awal dari timbulnya “teori
belajar” di kemudian hari. Kedua pandangan yang berlawanan ini, kemudian
menjadi objek pembahasan dari banyak tokoh psikologi perekembangan.
Oleh sebab itu, tidak heran kalau Locke dan Rousseau disebut sebagai
pelopor pertama dalam psikologi anak.
(2) dasar-dasar pembentukan psikologi perkembangan secara ilmiah.
Dalam periode ini, sumber penting untuk mempelajari anak adalah
catatan- catatan harian mengenai perkembangan dan tingkah laku anak.
Catatan-catatan yang ditulis ini dilakukan terhadap anak- anaknya
sendiri.
Perhatian dan penyelidikan yang sungguh-sungguh terhadap
perkembangan anak melalui observasi langsung baru dimulai pada abad ke-
19. Dalam hal ini dapat dicatat oleh dua tokoh yang cukup berpengaruh,
yaitu Charles Darwin dan Wilhelm Wundt.
a. Pengaruh Darwin (1809-1882)
Charles Darwin adalah seorang ilmuan Inggris yang terkenal dengan
teori evolusinya. Tahun 1859 ia mempublikasikan karyannya yang berjudul
Origin of the Species, dan Descent of Man tahun 1871. Karya Darwin ini
ternyata merangsang untuk dilakukannya observasi langsung terhadap
perkembangan anak. Dalam karangannya Darwin mengemukakan hasil
pengamatan dan pencatatan terhadap anak laki-lakinya sendiri. Menurut
Darwin, anak merupakan suatu sumber yang kaya akan informasi tentang
sifat dan ciri-ciri manusia. Dengan mempelajari tingkah laku dan
perkembangan anak, kita bisa mengetahui asal usul manusia.
b. Pengaruh Wundt (1832-1920)
Kejadian penting lain pada abad 19 adalah tumbuhnya psikologi
sebagai disiplin yang berdiri sendiri, yang ditandai dengan didirikannya
laboratorium psikologi pertama di Leipzig tahun 1879 oleh Wilhem Wundt.
Dia bernggapan bahwa eksperimen mempunyai arti penting bagi psikologi.
Ia memberi dasar ilmiah kepada psikologi eksperimental dan dengan
teliti ia merumuskan syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah
eksperimen. Menurut Wundt, lapangan di mana eksperimen dapat membuktikan
kegunaannya adalah terutama lapangan pengamatan dan tanggapan.
(3) munculnya studi psikologi perkembangan modern.
Studi sistematis tentang perkembangan anak mengalami perkembangan
yang cukup signifikan pada awal abad ke- 20. Penelitian- penelitian yang
dilakukan pada zaman ini lebih bersifat deskriptif dan lebih
dititikberatkan pada cirri- ciri khas yang terdapat secara umum,
golongan- golongan umur serta masa- masa perkembangan tertentu.
Kecenderungan untuk mendeskripsikan gejala- gejala perkembangan manusia
secara hati-hati dan mendetail tersebut merupakan suatu tahap penting
dalam perkembangan suatu disiplin ilmu. Meskipun ada pengaruh dari
Watson, Freud dan tokoh-tokoh lainnya, namun sampai tahun 1930- an
penelitian-penelitian di bidang psikologi perkembangan masih tetap
bersifat deskriptif. Barangkali hal inilah yang menyebabkan berkurangnya
minat terhadap psikologi perkembangan, yang ditandai dengan
berkurangnya publikasi-publikasi yang berkaitan dengan topic-topik
perkembangan hingga sekitar tahun 1939-1949. Tetapi penurunan itu
ternyata hanya bersifat temporal, sebab sekitar tahun 1950- an psikologi
perkembangan memasuki periode baru dalam baru dalam tahap perkembangan
dan pertumbuhannya, dan hal ini terus berlangsung hingga sekarang.[2]
C. Pengertian ilmu jiwa perkembangan
Para peneliti perkembangan menguji atau meneliti apa
perkembangan itu dan mengapa perkembangan itu terjadi. Ada dua tujuan
penelitian perkembangan, yaitu:
1. Memberikan gambaran tentang tingkah laku anak yang meliputi pertanyaan-pertanyaan.
2. Mengidentifikasi faktor penyebab dan proses yang melahirkan
perubahan perilaku dari satu perkembangan ke perkembangan berikutnya.
Berdasarkan pendapat beberapa orang ahli, psikologi perkembangan itu dapat di artikan sebagai berikut:
a. “ …That branch of psychology which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of behavior”.
Maksudnya adalah psikoloi perkembangan merupakan cabang dari
psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu,baik sebelum
maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku”(J.P.Chaplin,1979).
b. Psikologi perkembangan merupakan “cabang psikologi yang
mempelajari perubahan tingkah lakudan kemampuan sepanjang proses
perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati” (Ross
Vasta,dkk., 1992).[3]
c. Menurut Linda L. Davidoff (1991),psikologi perkembangan
adalah cabang psikologi yang mempelajari perubahan dan perkembangan
struktur jasmani, perilaku dan fungsi mental manusia, yang biasanya
dimulai dari terbentuknya makluk itu melalui pembuahan hingga menjelang
mati.
d. Richard M. Lerner (1976) merumuskan psikologi perkembangan
sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan
fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup.
Berdasarkan beberapa devinisi di atas dapat disimpulkan bahwa
psikologi perkembangan adalah cabang darimpsikologi yang mempelajari
secara sistematis perkembangan perilaku manusia secara ontogenetic,
yaitu mempelajari proses-proses
yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik
perubahan dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental
manusia sepanjang rentang hidupnya (life-span), yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.[4]
[1] Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta : Rinekacipta, 1998),cet.2, hlm. 1- 4.
[2] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), cet.5, hlm. 13-18
[3] Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., Psikologi Perkembangan Anak & Remaja (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), cet 10, hlm.3
[4] Ibid hlm. 3
Ilmu Jiwa dan Psikologi
Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, dan juga meliputi segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu.
Psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh
secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi
syarat-syarat sebagaimana disepakati oleh para sarjana psikologi masa
kini.
Istilah ilmu jiwa merujuk kepada ilmu jiwa pada umumnya.
Istilah psikologi merujuk kepada ilmu jiwa yang ilmiah menurut norma-norma ilmiah modern.
**
Menurut Descartes, ilmu jiwa adalah ilmu pengetahuan mengenai
gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas
dari badannya. Raga manusia yang terdiri atas materi dipelajari oleh
ilmu pengetahuan yang lain, terlepas dari jiwanya. Demikian pula makhluk
hewan yang menurut Descartes tidak mempunyai jiwa, hanya dipelajari
oleh ilmu pengetahuan alamiah yang mempelajari materi.
**
John Locke berpendapat pengalaman atau empiri itulah yang menjadi
sumber segala pengetahuan yang sebenarnya; tanpa pengalaman tidak dapat
diperoleh pengetahuan dengan sebenarnya.
- Semua pengetahuan, tanggapan, dan perasaan jiwa manusia diperoleh karena pengalaman melalui alat-alat inderanya. Ketika manusia dilahirkan, jiwanya kosong bagaikan sehelai kertas putih yang tidak ditulisi. Segala yang tertulis pada helai kosong tadi itu akan tertulis oleh pengalaman-pengalamannya sedari kecil melalui pancainderanya. Semua pergolakan jiwanya itu akan tersusun oleh pengalamannya.
- Susunan gejala jiwa manusia menurut John Locke itu pada akhirnya terdiri atas unsur-unsur pengalaman sederhana yang menggabungkan diri menjadi gejala-gejala jiwa yang lebih rumit, seperti kompleks-kompleks perasaan, berteori yang sulit, dan lain-lain. Unsur-unsur pengalaman yang sederhana itu terdiri atas dua macam, yaitu sensasi dan refleksi.
Menurut aliran ilmu jiwa asosiasi, proses berpikir itu merupakan
rentetan ingatan akan pengalaman sederhana yang terasosiasi dengan
lainnya sehingga ingatan yang satu menimbulkan ingatan yang lain, dan
ingatan terakhir ini menimbulkan lagi ingatan berikut yang terasosiasi
kepadanya, dan seterusnya.
Berpikir merupakan deretan asosiasi antara sensasi dan refleksi;
dan yang menentukan ingatan mana akan terasosiasi itu adalah dalil-dalil
asosiasi seperti yang telah dirumuskan oleh Aristoteles, yaitu asosiasi
karena persamaan waktu, urutan waktu, persamaan arti, dan perlawanan
arti.
**
Menurut Hume terdapat pula unsur-unsur pengalaman lainnya yaitu impresi dan idea.
Dalam jiwa orang itu dapat diuraikan ke dalam empat unsur dasar, yaitu:
- impressions of sensations
- Impressions of reflections
- Idea of sensations
- Idea of reflections
Menurut Hume, terdapat tiga dalil asosiasi, yaitu:
- Asosiasi karena berdekatan dalam waktu dan ruang
- Asosiasi karena persamaan arti
- Asosiasi karena sebab-akibat
**
Pendapat Wilhelm Wundt mengenai “asosiasi” dalam pikiran adalah sebagai berikut.
Ia mengakui bahwa dalam kelangsungan pemikiran itu dapat terjadi
proses-proses asosiasi di mana hubungan erat antara dua atau tanggapan
menyebabkan terseretnya tanggapan yang satu oleh tanggapan lainnya di
dalam pemikiran itu.
Akan tetapi, menurut Wilhelm wundt, terjadinya asosiasi dalam
pikiran itu bukan merupakan inti dari pemikiran itu, seperti yang
diterangkan oleh kaum asosiasionis.
Asosiasi mudah berlangsung apabila kita secara pasif saja
membiarkan tanggapan itu timbul-tenggelam dalam pikiran kita dengan
ditentukan oleh dalil-dalil asosiasi.
Namun, apabila terjadi pemikiran yang sebenarnya, maka dalil-dalil
asosiasi itulah yang menentukan jalan pikiran kita, sedang tujuan
berpikir dan keinginan kita untuk menyelesaikan tugas berpikir itu
menentukan jalan kelangsungannya.
Jadi, bukanlah dalail-dalail asosiasi yang menentukan kelangsungan pemikiran, tetapi tujuan dan tugasnya dalam berpikir.
Bukan asosiasi yang menentukan kelangsungan gejala-gejala kejiwaan
itu karena pribadi manusia dalam kegiatannya senantiasa diarakan atau
ditujukan ke arah objek-objek tertentu yang mendapat perhatian jiwa
manusia.
Perhatian ini menyebabkan adanya hubungan jiwa manusia dengan objek
di luar (atau di dalamnya), dan hubungan antara manusia dan objeknya
itulah yang menentukan corak kelangsungan, wujud dan bentuk kegiatan
jiwanya.
Jadi, karena hubungan antara pribadi dan objek – melalu perhatian
terhadap objek itu – timbullah gejala-gejala kejiwaan yang teratur, dan
bukan karena gabungan unsur-unsur pengalaman yang dikendalikan oleh
dalil-dalil asosiasi tertentu sebagaimana yang diterangkan oleh kaum
ilmu jiwa asosiasi.
Wilhelm Wundt juga berpendapat bahwa dalam memahami gejala-gejala
kejiwaan manusia kita tidak dapat memandang proses-proses kejiwaan itu
sebagai penjumlahan dari unsur-unsunya sebagaimana yang dikemukakan oleh
kaum asosiasionis, tetapi bahwa jiwa itu merupakan suatu kesatuan yang
melebihi jumlah dari unsur-unsurnya.
**
Menurut Sigmund Freud, terdapat tiga golongan gejala jiwa yang membuktikan adanya dinamika alam tak sadar itu. Yaitu,
- Gejala-gejala tingkah laku keliru
- Gejala-gejala mimpi
- Gejala-gejala neurosis
**
Menurut Szondi, alam tak sadar keluarga ini turut menentukan nasib
riwayat kehidupan anggota-anggota keluarga yang bersangkutan karena alam
tak sadar ini mempengaruhinya dalam hal memilih kawan-kawan sekelompok,
memilih pendidikan lanjutan, memilih jabatan, memilih jodoh; pendek
kata, alam tak sadar keluarga ini mempengaruhi semua pilihan yang
menentukan jalan kehidupan orang itu.
**
Carl C. Jung
Alam tak sadar kolektif yang lebih umum yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat, bangsa, atau umat manusia.
Terbukti dengan adanya simbol-simbol, lambang-lambang kebudayaan
yang pada dasarnya mempunyai arti yang sama antara beberapa kebudayaan
di dunia ini.
**
Terdapat tiga alam tak sadar,
- Alam tak sadar individual
- Alam tak sadar keluarga
- Alam tak sadar kolektif
Gerungan, Psikologi Sosial, Refika Aditama;2009
Hub Psi dg Ilmu2 Lain
•ILMU2 LAIN
•Fisika
•Kimia
•Biologi
•Matematika
•Kedokteran
•Sosiologi
•Antropologi
•Pedagogi
•PSIKOLOGI
•Psikofisika
•Neurokemis Perilaku
•Psikologi
•Psikologi Kuantitatif
•Psi Klinis/Psikoterapi
•Psikologi Sosial
•Psi Lintas Budaya
•Psi Pendidikan, Psi Sekolah
•ILMU2 LAIN
•Fisika
•Kimia
•Biologi
•Matematika
•Kedokteran
•Sosiologi
•Antropologi
•Pedagogi
•PSIKOLOGI
•Psikofisika
•Neurokemis Perilaku
•Psikologi
•Psikologi Kuantitatif
•Psi Klinis/Psikoterapi
•Psikologi Sosial
•Psi Lintas Budaya
•Psi Pendidikan, Psi Sekolah
Tujuan psikologi
•Memahami yakni memahami tingkah laku manusia.
•Memprediksi menggunakan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk memprediksi (prediksi merupakan pemberitahuan lebih dahulu apa yang akan terjadi).
•Mengendalikan mencegah dan memperbaiki keadaan yang kurang menguntungkan dan membuka kemungkinan terjadinya keadaan yang menguntungkan
•Memahami yakni memahami tingkah laku manusia.
•Memprediksi menggunakan pengetahuan yang sudah diperoleh untuk memprediksi (prediksi merupakan pemberitahuan lebih dahulu apa yang akan terjadi).
•Mengendalikan mencegah dan memperbaiki keadaan yang kurang menguntungkan dan membuka kemungkinan terjadinya keadaan yang menguntungkan
tujuan mempelajari psikologi ini
karena pada garis besarnya orang mempelajari ilmu jiwa adalah untuk
menjadikan manusia supaya hidupnya baik,bahagia dan sempurna. Test Binet
kemudian disempurnakan lebih lanjut oleh ahli-ahli lain antara lain
oelh Stern,Terman Merril dan sebagainya.
2. Untuk Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran
5. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran
Tugas utama guru/pendidik adalah mengajar di dalam kelas dan
melakukan evaluasi dari hasil pengajaran yang sudah dilakukan. Dengan
mempelajari psikologi pendidikan diharapkan seorang pendidik mampu
memberikan penilaian dan evaluasi secara adil menyesuikan dengan
kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik tanpa
membedakan antara satu dengan yang lainnya
Salah satu revisi yang terkenal ialah dari Terman untuk dipakai di
Amerika yang terkenal dengan “standford Revision” dan sering disebut
test inteligensi Stanford – Binet. Dan masih banyak test – test yang
lain, misalnya test Rorschach, test Kreeplin, test T.A.T.
Test dapat dibedakan atas bermacam – macam jenis yaitu:
1. Menurut banyaknya orang yang di-test, test dapat dibedakan atas:
- Test perorangan (individual), yaitu test yang diberikan secara perorangan.
- Test kelompok, yaitu merupakan test yang diberikan secara kelompok.
2. Berdasarkan atas peristiwa – peristiwa kejiwaan yang diselidiki, maka test dapat dibedakan atas :
- Test pengamatan
Dari uraian diatas dapat kita kesimpulan, bahwa manfaat dan tujuan mempelajari ilmu jiwa adalah:
- Untuk memperoleh faham tentang gejala – gejala jiwa dan pengertian yang lebih sempurna tentang tingkah laku sesama manusia pada umumnya dan anak – anak p[ada khususnya.
- Untuk mengetahui perbuatan – perbuatan jiwa serta kemampuan jiwa sebagai sarana untuk mengenal tingkah laku manusia atau anak.
- Untuk mengetahui penyelenggaraan pendidikan dengan baik.
Ada beberapa fungsi psikologi antara lain yaitu:
==> Untuk mendikripsikan (To describe)
==> Untuk mengelompokkan (To categori) gejala-gejala dalam psikologi .dan gejala-gejala itu ialah:
==> Untuk mengelompokkan (To categori) gejala-gejala dalam psikologi .dan gejala-gejala itu ialah:
- Kognisi
- Motif, ialah periliku yang berkaitan dengan pencapaian tujuan. Dan motif itu sendiri ada dua macam, yaitu : motif fisik dan motif psikis. Motif fisik yaitu motif yang berkaitan dengan penapaian fisik, seperti lapar, haus, seksual, keibuan (hormone prolaktin), penyesuaian temperatur (memakai baju yang tipis atau yang tebal). Sedangkan motif psikis yaitu motif yang berkaitan dengan target yang ingin di capai .
- Emosi adalah reaksi secara spontan terhadap ada nya rangsangan (Stimulan). Misalnya : sanang, marah, malu, iri, dengki, kecewa bahagia dan lain-lain.
- Sosial adalah yang berkaitan atau berhubungan dengan hubungan kemanusian, seperti empati, simpati.
- Moral adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesedaran untuk taat kepada peraturan.
- Estetika adalah kecenderungan untuk melakukan kerapian, kebersihan dan keindahan.seperti mandi, gosok gigi, mencuci dan lain-lain.
- Agama adalah dorongan untuk berhubunga dengan Tuhan. Seperti sembahyang, mendekatkan diri kepada-Nya.
==> Untuk memprediksi (To predict)
==> Untuk memahami (To understand)
==> Untuk mempengaruhi (To influence)
==> Untuk memahami (To understand)
==> Untuk mempengaruhi (To influence)
MANFAAT MEMPELAJARI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI PARA PENDIDIK
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang dari ilmu
psikologi yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan
pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan
psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Hal senada juga
diungkapkan oleh Muhibbin Syah (2002) bahwa psikologi pendidikan adalah
sebuah disiplin ilmu psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang
terjadi dalam dunia pendidikan. Dari beberapa definisi tersebut dapat
kita simpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah salah satu ilmu yang
mempelajari tentang perilaku manusia di dunia pendidikan yang meliputi
studi sistematis tentang proses dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan. Prilaku yang dimaksud di sini bisa terkait dengan
prilaku pendidik ataupun prilaku peserta didiknya.
Dari definisi di atas kita bisa mengetahui bahwa dalam dunia
pendidikan untuk mencapai pendidikan yang maksimal dan efektif bukan
hanya terkait pembahasan kurikulum belaka, namun juga permasalahan
psikologis peserta didik dan model pengajaran pendidiknya juga harus
tetap diperhatikan. Oleh karena itu, psikologi pendidikan menjadi
penting untuk dipelajari oleh setiap pendidik ataupun calon pendidik.
Berikut terdapat beberapa manfaat dalam mempelajari psikologi
pendidikan:
1. Memahami Perbedaan Siswa (Diversity of Student)
Setiap individu dilahirkan dengan membawa potensi yang
berbeda-beda, tidak ada yang sama antara siwa satu dengan siswa yang
lainnya. Oleh karena itu, seorang guru harus memahami keberagaman antara
siswa satu dengan siswa yang lainnya, mulai dari perbedaan tingkat
pertumbuhannya, tugas perkembangannya sampai pada masing-masing potensi
yang dimiliki oleh anak. Dengan pemahaman guru yang baik terhadap
siswanya, maka bisa menciptakan hasil pembelajaran yang efektif dan
efisien serta mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.
2. Untuk Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran
Sebagai sorang pendidik dalam memilih strategi dan metode
pembelajaran harus menyesuaikan dengan tugas perkembangan dan
karakteristik masing-masing peserta didiknya. Hal ini bisa didapatkan
oleh seorang guru melalui mempelajari psikologi terutama tugas-tugas
perkembangan manusia. Jika metode dan model pendidikan sudah bisa
menyesuaiakan dengan kondisi peserta didik, maka proses pembelajaran
bisa berjalan dengan maksimal.
3. Untuk menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif di dalam Kelas
Kemampuan guru dalam menciptakan iklim dan kondisi pembelajaran
yang kondusif mampu membantu proses pembelajaran berjalan secara
efektif. Seorang pendidik harus mengetahui prinsip-prinsip yang tepat
dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda menyesuaikan
karakteristik siswa dalam mengajar untuk menghasilkan proses belajar
mengajar yang lebih baik. Disinilah peran psikologi pendidikan yang
mampu mengajarkan bagaimana seorang pendidik mampu memahami kondisi
psikologis dan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, sehingga
proses pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan secara efektif.
4. Memberikan Bimbingan dan Pengarahan kepada Siswa
Selain berperan sebagai pengajar di dalam kelas, seorang guru juga
diharapkan bisa menjadi seorang pembimbing yang mempu memberikan
bimbingan kepada peserta didiknya, terutama ketika peserta didik
mendapatkan permasalahan akademik. Dengan berperan sebagai seorang
pembimbing seorang pendidik juga lebih bisa melakukan pendekatan secara
emosional terhadap peserta didiknya. Jika sudah tercipta hubungan
emosional yang positif antara pendidik dan peserta didiknya, maka proses
pembelajaran juga akan tercipta secara menyenangkan.
5. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran